KH. IDRUS ROMLI: Kukuhkan Aqidah Ahlussunah Wa Al-Jamaah
Saturday, October 15, 2016
Add Comment
Malam Rabu (12/10) sehabis shalat jama’ah Isya’, semua
santri Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa berkerumun di depan mesjid
Jamik, di bawah atap terpal mereka setia menunggu acara Peringatan Hari Besar
Islam (PHBI). Para undangan baik dari masyaikh Annuqayah dan masyarakat sekitar
berdatangan memadati beranda masjid.
Tidak terasa malam semakin larut, sekitar dua jam
lebih K. Idrus berceramah, tepat pada pukul 23.37 Wib Master of Cerremony membuka
dialog keagamaan. Tidak seperti biasanya, sebelum acara diakhiri dengan do’a, ada
pembacaan shalawat nabi yang dipimpin oleh hadra Nurul Fata (Nufa), sekitar
sebelas menit bersholawat bersama, akhirnya acara ditutup dengan do’a yang
dipimpin KH. Abusyiri.
Berselang beberapa waktu mobil kia Idrus Romli datang
menuju delem pengasuh, tepat pada pukul 20.33 Wib acara
dengan tema “Ngaji Tauhid”
bersama KH. Idrus Romli dimulai dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an.
Kegiatan tersebut menurut pengasuh Pondok Pesantren Lubangsa, dalam
sambutannya, tidak lain adalah untuk menghidupkan tradisi atau kultur yang
dalam kurun waktu sudah hampir terlupakan, acara penyambutan hari besar Islam
ini, selain menghidupkan tradisi, menurut K. Ali Fikri, juga sebagai reaktualisasi
hubungan pesantren dengan masyarakat dan atau antar masyarakat itu sendiri.
Kegiatan
peringatan bulan Muharram adalah pertama kali yang diadakan oleh Pondok
Pesantren Lubangsa dengan melibatkan seluruh santri Annuqayah, K. Fikri meminta
kepada kiai yang menurutnya sudah melanglang buana, untuk bisa memberikan
pemantapan tauhid, secara mendasar tauhid adalah ilmu yang penting dan sangat
mendasar bagi seseorang untuk mengenal agama Islam, terutama bagi masyarakat
awam aqidah menjadi sangat penting untuk dikukuhkan kembali, “nanti kia Idrus
juga bersedia membuka dialog, jadi bagi para santri maupun kiai yang hadir di
acara ini bisa bertanya, beliau sangat senang,” tandasnya.
Sebelum
mengakhiri sambutannya, mantan kepala MA 1 Annuqayah itu, meminta dukungan dari
berbagai pihak, terutama sokongan berupa moril, beliau juga berencana akan merayakan
hari besar Islam, seperti Maulid Nabi, dikemas dengan kegiatan seremonial
berupa pengajian keagamaan sedang masyarakat sekitar bisa berpartisipasi di
dalamnya, bahkan pengasuh Lubangsa itu mengingikan masyarakat membawa sendiri
konsumsi saat mengikuti pengajian sehingga tercipta kerja sama aktif yang
seimbang antara masyarakat dengan pesantren.
Berbeda
dengan kegiatan Organisasi Daerah (Orda) acara peringatan hari asyura malam
itu dikemas sesimple mungkin, acara dibuka dengan pembacaan al-Qur’an kemudian
dilanjut dengan sambutan pengasuh, “semua kehendak pengasuh agar acara bisa
berjalan dengan efisien,”tegas Affan Quraisyi, Ketua Panitia (Ketupat) pada acara
peringatan bulan muharram tahun ini.
Urgensi
Perayaan Hari Besar Islam
Kiai
Idrus, sapaan akrab dari kiai Muhammad Idrus Romli itu, sangat senang bisa
menghadiri acara peringatan hari besar Islam yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren Lubangsa, menurutnya, dengan kegiatan tersebut masyarakat bisa lebih
dekat mengenal Rasulullah Saw., bahkan bisa meningkatkan nilai ketauhidannya. Melihat
mayoritas umat Islam di Indonesia, peringatan hari hari besar sudah lumrah
disemarakkan, sebut K. Idrus, seperti Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi, Isra’
Mi’raj, Nuzulul Qur’an, Ramadhan, dsb. sayangnya, kita kadang lupa akar sejarah,
ada yang perlu untuk diperingati, sebut saja seperti Fathul Makkah,
Perang Badar, dan yang lainnya.
Beliau
menyinggung pula persoalan sekte dalam agama—kelompok kelompok ideologi
keagamaan yang berbeda dengan Ahlussunah Wa al-Jamaah—ada Wahabi, Syiah,
dan HTI, selain itu, bagi Ketua Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr NU Jatim, banyak
agama agama baru; seperti kelompok eks Gafatar, Kalimantan Barat, dan orang
orang mengaku nabi; Ahmad Musaddiq, Tukimin, yang mampu menarik banyak pengikut
layaknya Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Dengan adanya
fenomena degradasi moralitas serta nyarisnya pengetahuan masyarakat tentang
nabi, kia alumnus Sidogiri itu, menginginkan acara seperti maulid nabi ditambah dengan bekal
pemahaman epistemologi “kenabian”; baik dari prasyarat menjadi nabi, keagungan
nabi, hatta pada kategori dikatakan nabi, “ada banyak masyarakat yang tidak
paham bagaimana menjadi nabi, apa karena pintar dan sakti? Para nabi bukan
pilihan manusia akan tetapi pilihan Allah, dan Allah tidak akan keliru memilih
nabi,” tegasnya kiai yang sudah berumur empat
puluh satu tahun itu.
Selain
tiga sifat keutamaan nabi, ada sebagian ulama yang menambah akan persyaratan
menjadi nabi, sebut K. Idrus, yaitu harus tampan, dan tidak pernah kantuk, dan
secara lahiriyah tubuh seorang nabi itu harum nan wangi. Sebagaimana perkataan
Ibn Taimiyah, “Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali orang itu tampan
wajahnya, dan bagus suaranya,” secara prakonsepsi dapat
disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus gagah atau kekar dan
tinggi tubuhnya; lebih dari manusia pada umumnya. Selain itu, nama bagi seorang
nabi menggambarkan sifat, karakter dan kepribadian seorang nabi.
“Saat
ini dengan adanya aliran-aliran baru, dan persaingan materi yang semakin ketat,
akibatnya masyarakat tidak tau keagungan nabi, cobalah kita lihat gambar orang
yang mengaku nabi, ia sangat jelek dan tidak pantas,” ungkapnya diselai tawa
dan tepuk tangan para santri.
Tauhid Ahlussunah
Wa al-Jamaah
Menurut
K. Idrus Romli, ditemukan ada seratus dua puluh lima aliran baru di Indonesia
(hasil dari penelitian Sidogiri, 2006) bahkan aliran aliran baru yang tidak
senafas dengan ajaran tauhid Ahlussunah Wa al-Jamaah. kini bermunculan
dan merebak di Sumenep, lambat laun masyarakat akan terlana, dikaburkan
tauhidnya. Sebab itu, makna Hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah
semata-mata adalah untuk menyebarkan aqidah Islam.
Seiring
perputaran zaman, akan semakin banyak aliran ideologi yang melahirkan aqidah
aqidah baru, terutama yang paling mengancam pada kelompok Ahlussunah Wa
al-Jamaah, ada tiga aliran (1) Wahabi; menampik ziarah kubur, Maulid, Tahlil,
Isra’ Mikraj, mereka berusaha menyebarkan aqidahya melalui tivi, (2) Syiah;
terutama ada di perkampungan Habaib, golongan ini berkeyakinan Allah Swt. tidak bisa dilihat di akhirat, (3) HTI;
aliran ini menghalalkan atau bahkan membolehkan berjimak dengan wanita yang bukan
mahrom jika tidak ada niatan untuk berjimak, selain itu, kelompok HTI, tidak
beriman pada siksa kubur, ketiga aliran ini menurut kacamata K. Idrus Romli aqidahnya
berbeda dengan kita, “semua aliran yang ada di luar Ahlussunnah wa
al-Jamaah, berbeda, bukan hanya pada bidang furu’iyah bahkan dalam
bidang aqidah, makanya pengajian ini sangat penting,” ungkapnya bersemangat.
Bagi
pengasuh pondok Pesantren Al-Hujjah, Jember, perbedaan yang sampai menyebabkan
kekafiran adalah berbedaan masalah aqidah, perbedaan persoalan furu’iyah
tidak akan sampai saling mengkafirkan antar golangan yang satu kepada golongan
yang lain, bagi kia yang gencar berdiskusi masalah aqidah Ahlussunnah wal
Jama'ah., berkeyakinan bahwa Aswaja dalah gologan yang paling berat karena
tidak pernah mengkafirkan golongan lain.
Para
ulama Aswaja, membangun aqidah menjadi al-Khomsunah, untuk membedakan
dari golongan aqidah yang lain. Pada pengajian tauhid kali ini, kia asal
Jerreng Barat, Gugut, Rambipuji, Jember itu menjelaskan sifat wajib bagi Allah Swt.,
yang terbagi menjadi dua puluh, menurutnya, secara filosofis ada tujuan kenapa
para ulama Ahlussunah wa al-Jamaah menetapkan menjadi dua puluh, perspektif
para ulama, dua puluh adalah konsep yang sesuai dengan hadist serta al-Qur’an, sifat
ini dapat mengantarkan manusia mencapai makrifat kepada Allah Swt., artinya
kenal. Kenal terhadap sifat-sifat Allah Swt., serta merespon aliran yang
menyimpang dari al-Qur’an dan sunnah (lihat Kitab al-Jawahul Qawaid), pembagian
sifat wajib dua puluh, adalah menjawab atas soal-soal yang mendasar tentang
Allah Swt.
Dalam
setiap waktu, manusia dituntut selalu mengingat kepada Allah Swt., dengan
pertanyan yang paling mendasar, apakah Allah Swt. ada? Maka, jawabannya adalah
sifat wujud (wajibul wujud) mustahil Allah Swt. tiada. Sedangkan alam
ini adalah baru “hadist” karena ada yang menciptakan—dari tiada menjadi
ada—itulah yang dikatakan dengan baru, maka dengan adanya alam menjadi bukti
Ada-nya Allah Swt., wujudu al-asar ya dzullu ala wujudul mu’assir.
Sejak
kapan adanya Allah Swt? Jawabannya adalah sifat qidam; tidak ada
permulaannya, semua sepakat kecuali kelompok Wahabi, karena bagi kelompok ini
istilah “qidam” adalah istilah bid’ah. Sampai kapan adanya Allah Swt?
Jawabannya adalah sifat baqo’ wujudnya Allah Swt., tidak ada akhirnya, “kullu
syain halikun illa wajha” orang Wahabi mengartikan ayat tersebut secara
keliru, bahkan menganggab Allah juga musnah kecuali wajahnya.
Seperti
apa dzat-Nya? Mukhalafatuhu li al-hawadist, berbeda dengan yang
baru—dari semua aspek—laisa kamislihi syaun, “Tuhan bukan ciptaan
pikiran kita tapi pencipta pikiran kita,” tegas mantan sekretaris Lembaga
Bahtsul Masail NU Jember, beliau terus membandingkan antara paham yang berbeda
dengan Ahlussunah wa al-Jamaah.
Apakah Allah
Swt. bertempat? Qiyamuhi binafsihi, layahtaju ila makanin wala
mahallin, tidak butuh tempat, “bagi Wahabi Allah Swt. ada di Arsy,
dan pada pukul 00.00 Wib Allah Swt. turun pada langit ke satu, bagi Wahabi
setiap yang ada butuh tempat, jika Arsy adalah makhluk, maka kemana sebelum
Allah Swt. menciptakan Ars? Allah tinggal dimana? Hal ini sama ketika kaum nabi
Muhammad bertanya, dimana Allah Swt. sebelum menciptakan makhluk, Rasul Saw. berkata,
Allah Swt. tidak bertempat.”
“Kita
tinggal mengembangkan sendiri pertanyaan pertanyaan mendasar tentang Allah Swt.,
kita bisa menjawab dengan sifat sifat wajib bagi Allah Swt. yang dua puluh,”
lanjut K. Idrus, bahwa dengan cara mengajarkan aqidah Ahlussunah Wa
al-Jamaah, berati kita telah mengajarkan kunci keselamatan dan kesuksesan
dunia dan akhirat. Karena sejak zaman Orde Baru, aqidah yang dipakai di sekolah
sekolah dasar adalah aqidah orang Wahabi, tauhit yang dibagi menjadi tiga; Uluhiyah,
Rububiyah, dan Asmaussifat.
0 Response to "KH. IDRUS ROMLI: Kukuhkan Aqidah Ahlussunah Wa Al-Jamaah"
Post a Comment
Terimkasih...