-->

Sebuah Realitas yang Dekat dengan Sastra..

`    
     Aku lihat wajah-wajah mereka masih adacahaya, bersinar seperti lampion di tengah gulita malam. Sinar itu berupa harapan yang mereka taruhkan pada sebuah komonitasnya, mereka membawa sejuta impian yang tak pernah lelah bercahaya di tengah kegelapan. Mereka membawa beberapa buku antologi yang diapit pada lengannya, bahkanada yang membawa tas sleper, sembari berjalan dari pintu gerbang utama blok f ke arah selatan sampai pada tujuan, yaitu di bukit lancaran.Mereka berkumpul di bukit lancaran, membentuk sebuah lingkaran. Di sinilah proses mereka (persi) yang penuh dengan sejarah perjuangan serta serumpun pengalaman yang tak terlupakan. Beralas krikil-krikil yang setiap saat menjadi bahan kisah dalam membuat puisi, yang selalu setia bungkam saat mereka ber-imajinasi. Mereka adalah orang-orang yang berteman dengan rerumputan, bebatuan, dan pepohonan di sekitarnya, dan tiang listrik yang terkadang dipukul berkali-kali hingga menimbulkan bunyi memantul.Suara itu merupakan sebuah realitas yang gampang terjangkau untuk di ungkap dalam dunia sastra. Kedekatan mereka dengan realitas di sekitar adalah bentuk penyatuan puisi dengan dunia imajinasi yang di bangun oleh fikiran kita sendiri, Goenawan Mohamad, dalam bukunya Catatan pinggir, seorang Gus Dur juga suka dengan benda-benda mati yang dihidupkan, begitu pun dengan Habibie, sehingga benda mati jadilah pesawat terbang, saya yakin pada awalnya semua itu dibentuk oleh imajinasi kita.Benda mati itulah yang kemudian ditiupkan roh di dalamnya. Bagi mereka, sesuatu yang sangat berharga adalah sebuah kebersamaan—persaudaraan—hingga tercipta rasa jalinan sosial yang harmonis di tengah-tengah kehidupan kontrofersial.
            Pemahaman mereka tentang sastra dalam teori saya sendiri, adalah keintiman berdialog dengan benda-benda mati. Seperti irama hati yang dijangkau dengan fikiran; perasaan dengan logika sama-sama dimainkan untuk menghasilkan bunyi, rima bahasa yang indah.Sebut saja seperti; batu, kerikil, pepohonan, sunyi, keramaian, dsb. menjadi sesuatu yang seolah bergerak (hidup) ketika disusun melalui penghayatan yang tinggi. Komonitas Persi menurut saya adalah komunitas yang tak pernah mati.Sebab ruang dan waktu adalah nyawa berharga bagi mereka selagi menemukan bahasa.Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan baik, maka ia tidak akan mematikan ekspresif pemakaian bahasa yang dinamis. Begitupun juga dengan peran sahabat-sahabat Persi saat ini. Mereka memiliki bahasa yang tak pernah mati—keasyikan seorang penyair akan tertanam disini.Di sebuah ruang komonitas yang bernama Persi. Selamat berkarya!
           
                       
           

0 Response to "Sebuah Realitas yang Dekat dengan Sastra.."

Post a Comment

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel