-->

Cinta Bukan Segalanya dalam Hidup




Oleh: Yaung Man*

Judul buku      : Au-Dessus de la tour Eiffel (Up Above the Eiffel Tower)
Pengarang      : Gingegr Elyse Shelley
Terbitan         : Januari 2013
Penerbit         : DIVA Press
Tebal              : 243 Halaman
Presensi         : Yaung Man
            Kisah cinta tidak selamanya harus berakhir dengan luka, dan kekecewaan, serta tidak selamanuya pula berakhir dengan kebahagiaan dan tawa. Terkadang, kita tidak terima dengan sebuah takdir yang telah di tentukan oleh Tuhan, padahal itu semua sudah keputusan yang patut diterima. Dengan harapan lain, yakni kita ingin bersama dengan orang yang kita cintai hal itu menjadi lebih menyakitkan bagi kehidupan masa depan. Akan tetapi realitas menjawab lain, terkadang kita tidak di jodohkan dengan orang yang selama ini dicintai, atau yang lebih menyakitkan dalam realitas sosial kita tidak diterima. Betapa pilunya selama bertahun-tahun mendambakan cinta dan pada akhirnya harus menerima kegagalan dengan sebuah kata “sahabat”. Ketika kejadian putus harapan, yang perlu disadari adalah kesabaran hati. Kembalikanlah bahwa semua yang kita miliki semata-mata punya Allah, dan kepadaNya akan kembali.
 Dalam buku yang di tulis Gingegr Elyse Shelley, sungguh banyak bahasa cinta yang dilukiskan dengan perasaan sang tokoh Adelfo.  Novel ini berkisah tentang makna persahabatan sejati antara dua jenis insan yang berbeda. Sesekali penulis tidak henti-hentinya membumbui perasaan cinta didalamnya, dengan gambaran kata-kata lembut yang indah, hingga membuat siapa saja yang membaca akan terennyuh hatinya. Adelfo adalah seorang raja di sebuah negara kecil di perbatasan Jerman Timur dan Polandia. Sementara, Abbey, sahabatnya adalah gadis yatim piatu di negara itu. Pertemuan keduanya seperti kebetulan yang manis. Kemudian persahabatan pun terjalin begitu saja. Lembut, manis, menenangkan. Seperti menghirup cokelat hangat di musim dingin.
            Adelfo berpisah dengan Abbey selama ia menempuh pendidikan formal di Prancis selama empat tahun lamanya. Ia berjanji ketika pulang kelak ke Jerman, akan menggali kelereng di pantai yang pernah di pendamnya bersama sebagai bukti kekuatan persahabatan antara keduanya. Waktu membawa mereka beranjak dewasa. Perpisahan dan pertemuan kembali menyadarkan hati Adelfo dan Abbey akan rasa lain yang hadir. Akan tetapi pertemuan dengan orang-orang baru, teman-teman Adelfo dari Prancis, membawa cemburu dan menghadirkan rasa khawatir di hati Abbey.  Tidak hanya itu, selama menempuh pendidikan di Prancis Adelfo banyak mengisahkan sahabatnya dan keindahan negeri Prancis, seperti halnya: Arc de Triomphe, Place dela Concorde, Notre Dame, Quai dela Seine, Lourve, dan terakhir adalah menara Eiffel.     
            Dalam kaver belakang tetulis: ketika jalinan persahabatan yang telah begitu erat beralih menjadi cinta, akankah keduanya mampu untuk menerima ikatan itu? Di sini sebagai seorang pembaca yang baik akan di tuntut jeli memahami alur kisah di dalamnya, karena novel ini terlalu banyak berkisah hal yang sifatnya monoton. Tidak banyak konflik sosial yang di bangun. Hanya menceritakan jalinan-jalinan persahabatan dan sebuah perasaan cinta yang saling di pendam. Akan tetapi pada akhirnya seorang pembaca akan merasakan sebuah emosi yang juga ikut serta melebur dalam konflik cerita disini. Sebab pada ending novel  Au-Dessus de la tour Eiffel, dari awal kisah banyak harapan Adelfo akan di terima cintanya, akan tetapi pada akhirnya Abby memutuskan untuk menolak dengan alasan takut kehilangan ikatan persahabatan. Baginya, ketika sudah menikah sekaligus jalinan persahabatannya selama bertahun-tahun yang dijalaninya akan berakhir begitu saja. Abbey, terdiam beberapa lamanya atas jawaban yang di berikan pada Adelfo. Akhirnya, sebuah novel Au-Dessus de la tour Eiffel, mengalami kesulitan untuk mengakhri sebuah cerita dengan menarik. Karena penulis saya kira belum bisa membawa realitas-realitas sosial yang belum pernah disentuh oleh seoang pembaca. Hingga pada intinya kisah ini terlalu dibuat singkat dengan tiba-tiba. Yakni dengan membuat seorang tokoh Adelfo telah memiliki anak dengan wanita lain. Akan tetapi cintanya tetap untuk Abbey dan Adelfo tidak bahagia bersama seorang istrtinya dan seorang anak. Membaca novel ini, kita jadi mengerti bahwa takdir lebih kuasa dari pada cinta. Cinta bukan segala-galanya dalam hidup. Selamat membaca..!
*Penulis adalah  pembaca diam-diam sebuah novel dan cerpen serta buku-buku yang lainnya. Penikmat makanan yang mengandung alkohol. Bisa di bilang santri konyol gitu. He..!   

0 Response to "Cinta Bukan Segalanya dalam Hidup"

Post a Comment

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel