Cinta Bukan Segalanya dalam Hidup
Sunday, November 9, 2014
Add Comment
Oleh: Yaung
Man*
Judul buku : Au-Dessus de la tour Eiffel (Up Above the Eiffel Tower)
Pengarang : Gingegr Elyse Shelley
Terbitan : Januari 2013
Penerbit : DIVA Press
Tebal : 243 Halaman
Presensi : Yaung Man
Kisah cinta tidak selamanya harus
berakhir dengan luka, dan kekecewaan, serta tidak selamanuya pula berakhir
dengan kebahagiaan dan tawa. Terkadang, kita tidak terima dengan sebuah takdir
yang telah di tentukan oleh Tuhan, padahal itu semua sudah keputusan yang patut
diterima. Dengan harapan lain, yakni kita ingin bersama dengan orang yang kita
cintai hal itu menjadi lebih menyakitkan bagi kehidupan masa depan. Akan tetapi
realitas menjawab lain, terkadang kita tidak di jodohkan dengan orang yang
selama ini dicintai, atau yang lebih menyakitkan dalam realitas sosial kita
tidak diterima. Betapa pilunya selama bertahun-tahun mendambakan cinta dan pada
akhirnya harus menerima kegagalan dengan sebuah kata “sahabat”. Ketika kejadian
putus harapan, yang perlu disadari adalah kesabaran hati. Kembalikanlah bahwa
semua yang kita miliki semata-mata punya Allah, dan kepadaNya akan kembali.
Dalam
buku yang di tulis Gingegr Elyse Shelley, sungguh banyak bahasa cinta yang
dilukiskan dengan perasaan sang tokoh Adelfo. Novel ini berkisah tentang makna persahabatan
sejati antara dua jenis insan yang berbeda. Sesekali penulis tidak
henti-hentinya membumbui perasaan cinta didalamnya, dengan gambaran kata-kata lembut
yang indah, hingga membuat siapa saja yang membaca akan terennyuh hatinya. Adelfo
adalah seorang raja di sebuah negara kecil di perbatasan Jerman Timur dan
Polandia. Sementara, Abbey, sahabatnya adalah gadis yatim piatu di negara itu.
Pertemuan keduanya seperti kebetulan yang manis. Kemudian persahabatan pun
terjalin begitu saja. Lembut, manis, menenangkan. Seperti menghirup cokelat
hangat di musim dingin.
Adelfo berpisah dengan Abbey selama
ia menempuh pendidikan formal di Prancis selama empat tahun lamanya. Ia
berjanji ketika pulang kelak ke Jerman, akan menggali kelereng di pantai yang
pernah di pendamnya bersama sebagai bukti kekuatan persahabatan antara
keduanya. Waktu membawa mereka beranjak dewasa. Perpisahan dan pertemuan
kembali menyadarkan hati Adelfo dan Abbey akan rasa lain yang hadir. Akan
tetapi pertemuan dengan orang-orang baru, teman-teman Adelfo dari Prancis,
membawa cemburu dan menghadirkan rasa khawatir di hati Abbey. Tidak hanya itu, selama menempuh pendidikan di
Prancis Adelfo banyak mengisahkan sahabatnya dan keindahan negeri Prancis, seperti
halnya: Arc de Triomphe, Place dela Concorde, Notre Dame, Quai dela Seine,
Lourve, dan terakhir adalah menara Eiffel.
Dalam kaver belakang tetulis: ketika
jalinan persahabatan yang telah begitu erat beralih menjadi cinta, akankah
keduanya mampu untuk menerima ikatan itu? Di sini sebagai seorang pembaca yang
baik akan di tuntut jeli memahami alur kisah di dalamnya, karena novel ini
terlalu banyak berkisah hal yang sifatnya monoton. Tidak banyak konflik sosial
yang di bangun. Hanya menceritakan jalinan-jalinan persahabatan dan sebuah
perasaan cinta yang saling di pendam. Akan tetapi pada akhirnya seorang pembaca
akan merasakan sebuah emosi yang juga ikut serta melebur dalam konflik cerita
disini. Sebab pada ending novel Au-Dessus
de la tour Eiffel, dari awal kisah banyak harapan Adelfo akan di terima
cintanya, akan tetapi pada akhirnya Abby memutuskan untuk menolak dengan alasan
takut kehilangan ikatan persahabatan. Baginya, ketika sudah menikah sekaligus jalinan
persahabatannya selama bertahun-tahun yang dijalaninya akan berakhir begitu
saja. Abbey, terdiam beberapa lamanya atas jawaban yang di berikan pada Adelfo.
Akhirnya, sebuah novel Au-Dessus de la tour Eiffel, mengalami kesulitan untuk
mengakhri sebuah cerita dengan menarik. Karena penulis saya kira belum bisa
membawa realitas-realitas sosial yang belum pernah disentuh oleh seoang
pembaca. Hingga pada intinya kisah ini terlalu dibuat singkat dengan tiba-tiba.
Yakni dengan membuat seorang tokoh Adelfo telah memiliki anak dengan wanita
lain. Akan tetapi cintanya tetap untuk Abbey dan Adelfo tidak bahagia bersama
seorang istrtinya dan seorang anak. Membaca novel ini, kita jadi mengerti bahwa
takdir lebih kuasa dari pada cinta. Cinta bukan segala-galanya dalam hidup.
Selamat membaca..!
*Penulis adalah pembaca diam-diam sebuah novel dan cerpen
serta buku-buku yang lainnya. Penikmat makanan yang mengandung alkohol. Bisa di
bilang santri konyol gitu. He..!
0 Response to "Cinta Bukan Segalanya dalam Hidup"
Post a Comment
Terimkasih...