-->

Fecebook-an



Kemarin (07/03/2014) ada komentar “hangat”di dinding fecebook yang masih tersimpan dengan bentuk file di flasdis saya. Menarik ketika saya membaca kisah perjalanan yang ditulis sahabat Taufiqurrahman, di dinding facebook-nya, berjudul “Hilang” ia meminjam bahasanya Heidegger bahwa manusia pada dasarnya adalah dari ada menuju kematian (Sein-zum-Tode), lalu apa tujuan kita dari kehidupan ini yang penuh meloderamatis?  Dari sini, turut mengajak hati saya untuk menulis sepenggal kisah di balik bahasa metafora percakapan facebook saya sendiri. Disana, saya menambah tiga foto menandai Misbahul Munir El-Amin, pukul 06:41. Saya tidak paham maksud di facebook dengan tulisan “apa yang Anda fikirkan?”. Abaikan. Lalu meng-upload apa saja yang saya mau, tanpa peduli.
Pada malam hari, saat membuka fecebook ternyata ada banyak yang meng(like) foto saya. Dunia hiburan bukan lagi bahan langka untuk saat ini, meski itu sebatas sensasional tapi banyak yang meng-gila. Jadi teringat dengan perkataannya Bill Kovach, wartawan Washington New York Times, bahwa manusia sering memalsukan eksistensi identitas dirinya demi urusan komersial belaka. Akh, mana saya peduli jika ini sudah mengikuti kamus besar modern (life trend). Jika tidak mengikuti trend dikira ke-kolota-an. Hi, serem..  
            Pada pukul 11:04, dinding fecebook saya mulai ramai dengan komentar, lihat semua percakapan di beranda facebook.“Wah rupanya di pantai mulai ada sampahnya ya..” komentarnya, sebagai bentuk sindiran pada foto saya. Ketika menemukan pengguna bahasa dengan majas maka interpretasinya akan berbeda pula. Saya jadi ciut menyebut nama akun facebooknya di sini, ya sudah tulis saja yang komentar barusan itu Dz (nama samaran).
Oalah!, yang namanya facebook orang demen mem-bully kawannya sendiri. Satu menit yang lalu ada komentar. Ketika sampai pada percakapan yang mengundang perdebatan cukup panjang, disini, saya kurang bernafsu untuk menulis semua percakapan itu, akibatnya pikiran saya buntu, bahasa saya mentok. Seperti yang dikutip Haidegger bahasa adalah tempat tinggal manusia (the house of being) di sana kita menemukan ruang fantasi yang penuh hiburan, tapi jika bahasa dapat mematahkan hati dan membuat kita asing di negerinya sendiri, apa boleh buat. Dengan bahasa kita bisa mengungkap sesuatu yang diinginkan dengan leluasa, bahkan sering saya memaki-maki orang yang saya benci dengan bahasa kasar penuh umpetan, sehingga orang lain hanya bisa menatap saya dengan heran “kok bisa ya?”. Dari sinilah muncul pretensi dalam diri saya untuk berapologi sejenak di dunia maya, akhirnya banyak status facebook yang saya temui dengan bahasa polisemik yang terkadang hanya berbentuk semiotika sangat vulgar. Kerap kali ada yang membuat saya menekan dada sendiri sembari mengelus-elus, sakitnya thu di sini.
Semakin hari saya berdialektika dengan bahasa facebook, menurut Paul Ricoeur, dalam buku Teori Interpretasi, terdapat dua aspek untuk memfungsikan bahasa secara metaforis sebagaimana yang ditekankan Philip Wheelwrinht, dalam karnyanya The Burning Fountain, permainan metaforik akan lihai ketika dimainkan oleh seorang penyair, karena habitat mereka hidup dengan bahasa, namun tidak jarang disini yang banyak menuai kontroversi, karena tak ubahnya bahasa seperti dua sisi pisau yang sama-sama tajam. Jangan coba-coba bermain dengan bahasa, lanjut Philip Wheelwrinht, bahwa manusia bisa mati sebab tergelincir lidahnya, dari sini bermunculan fitnah, celaan, hinaan, dan bentuk ucapan yang tidak patut di contoh.        
Sebab itulah teman fecebook saya, tidak suka kepada penulis (baca:penyair) ada image yang kerap ditengarai sebagai epistemologi kebencian sebab masa lalunya menjadi hantu yang sampai saat ini belum bisa dilupakan, kira-kira ia pernah sakit hati kepada seorang lelaki yang pernah mencintainya. Berdasarkan teori Kant, mengatakan secara konkrit akan stereotip sirkuler jika bahasa merupakan proses komunikasi dengan dialektika wacana berdasarkan kemampuan manusia untuk memahaminya, bukan pemahaman secara literal. Yang satu ini, saya tidak bisa menjadikan sampel investigasi bahwa, manyoritas wanita tidak suka dengan laki-laki penulis dengan wacana yang sama. (made love to me). Apa yang masih ditunggu? Move On!
                       
                        Istana Pers Jancuker, 27 Maret 2015 M.

2 Responses to "Fecebook-an"

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel