Sejuta Warna-Warni Eksotis Pantai Gili Labak
Thursday, March 10, 2016
Add Comment
Kalau suatu ketika kalian jalan-jalan ke Madura jangan lupa menyempatkan diri untuk mengunjungi pulau kecil di ujung timur Madura, pulau kecil yang dikenal dengan pulau surga (The hidden paradise island). Pulau itu terletak di Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep. Tepatnya di sebelah timur Poteran, atau sebelah tenggara jika dilihat dari kota Sumenep. Pulau dengan kekayaan panorama serta kemilau keindahan hamparan pasir putih, dan terumbu karang laut. Pulau Gili Labak. Begitulah nama pulau yang banyak menarik perhatian para turis lokal maupun turis manca negara.
Madura selain dikenal dengan seribu pulau pesantren, juga sangat termasyhur
dengan kota parawisata plus keberagaman tradisi dan budaya yang berkembang di
masyarakat. Untuk mengisi waktu senggang, berhubung dengan libur panjang kampus,
pulau Gili Labak sangat pas sekali menjadi moment icon refreshsing para
mahasiswa atau mahasiswi yang sumpek dengan berbagai tugas kampus.
Pada hari rabu (8/01) kami beberapa
mahasiswa dari INSTIKA (khusus sahabat-sahabat PMII angkatan Perisai), beserta
mahasiswi UINSA, dan mahasiswi UNEJ, yang berjumlah keseluruhan 12 orang tanpa
terencana tiba-tiba sama-sama punya keinginan untuk mengunjungi Pulau Gili Labak
(selanjutnya menggunakan kata ganti kami). Pertama, kami berangkat
menggunakan mobil angkot dari Guluk-Guluk, kami mencari taksi yang hanya bisa
mengantar ke Pelabuhan Kalianget, mirisnya karena berhubung di Talango
transportasi semacam angkot atau taksi sangat langka sekali, kami menambah
ongkos taksi menjadi Rp. 2050.000,- untuk naik tungkang menyeberang ke Talango dan
sekalian mengantar kami pada tujuan. Sesampainya di dermaga Talango, kami
langsung melaju ke arah timur kurang lebih menempuh perjalanan sekitar 4 km. Jarak
yang sangat jauh sekali jika berjalan kaki. Setelah cukup lama mobil melaju ke
arah timur, ketika sampai di jalan perapatan kecil, kamudian mobil harus belok
kanan menuju arah selatan. Mobil terus melaju mengikuti jalanan yang sedikit
berlubang dan menikung-nikung—kami menyebutnya jalan sirkuit beraspal—teman-teman
mulai menggerutu akibat jalanan yang rusak, ditambah dengan cuaca panas membuat
kami gerah.
Akhirnya, alhamdulillah kami juga sampai pada tujuan di desa
Cabbiyeh, Kec. Talango, tepatnya di rumah teman kami, Miftahussurur. Dia yang
merencakan semuanya, untuk mengurusi masalah transportasi penyebrangan ke Pulau
Gili Labak. Tidak lain untuk sampai ke sana hanya bisa menggunakan tansportasi sport
berupa sampan kecil; perahu cadik yang
berlayar.
Dengan mengendarai sampan kecil dari desa Cabbiyeh, Kec. Talango kami hanya
butuh waktu satu jam setengah untuk menempuh
pulau Gili Labak. Betapa luar bisa indahnya pantai itu, dari jarak jauh kira-kira
15 cm terlihat sangat kecil, pulau itu tampak sejuk dengan suguhan pemandangan
menghijau “Welcome To Hidden Paradise Gili Labak.”
Pada senja hari kami sampai di pulau itu. Dengan sangat gembira dan
kegirangan, kami tidak mau kehilangan moment, di antara teman-teman kami langsung
mengabadikannya dalam kamera, mereka memidikkan kamera ke berbagai sudut manorama
pemandangan laut serta keindahan bawa laut dan panorama langit pulau Gili Labak,
sebuah senja yang indah (sunset).
Teman-Teman Perisai Saat Berkunjung ke Gili Labak |
Sebelum perahu kandas, kami sempatkan untuk mengambil foto-foto selfi
dari arah jauh, sebagian dari teman kami ada yang langsung mencebur ke laut, Biurrr....tidak
salah jika banyak orang mengatakan Pulau Gili Labak sebagai surga yang
tersembunyi, selain pulai itu hanya memiliki luas kira-kira 15 hektar tanah, dihuni
oleh sekitar 35 kepala keluarga. Namun
yang menjadi menarik bagi kami, pantai
itu memiliki kekayaan dengan keindahan pernak-pernik pemandangan nan sangat menakjubkan,
dilengkapi keindahan biota bawah laut yang akan memuaskan para penghobi snorkeling,
menambah pesona keindahan pulau yang masih perawan dan terpencil.
Teman-teman mulai berteriak-teriak
kegirangan menikmati keindahan pantai Gili Labak, sampan yang kami tumpangi
akhirnya berlabuh di pantai nan kaya itu. Inilah pulau yang menjadi destinasi
pertama kami kunjungi. Habis puas berfoto-foto ria, kami sempatkan untuk lari-lari
kecil berkeliling pulau, tidak terlalu lama hanya butuh waktu 10 menit.
Tidak hanya mengandalkan pasir putih layaknya pulau Lombok, Gili Labak juga
mengenalkan kecantikan alam bawah laut. Di beberapa titik tertentu pulau ini
memiliki pemandangan yang luar biasa. Karang laut yang menawan dibalut dengan
ikan-ikan cantik yang berenang di sekitarnya, menambah keanggunan sisi bawah
laut pulau ini dengan sebuah kombinasi yang akan memanjakan mata.
Api unggun;
sebuah
kebersamaan yang menghangatkan
Setelah senja mulai terbenam,
lapat-lapat malam mulai merayap, langit tampak gelap menutupi permukaan laut,
membuat penglihatan kami agak rabun. Desiran ombak terus berkesiur mencipta
irama ritmis yang sangat romantis. Sebagian dari teman-teman kami masih asyik
bercumbu ria dengan air laut. Sudah lama bermain di dalam air, akhirnya kami
kebingungan untuk mencari air tawar. Di Pulau Gili Labak ini, sulit untuk
menemukan sumber air tawar, pasalnya para wisatawan harus membawa persediaan
air sendiri sebelum berangkat.
Namun setelah keliling-keliling
mencari air tawar, ternyata sebagian dari teman-teman mahasiswi ada yang menemukan
kamar mandi. Mereka mandi di rumah warga setempat dengan harga Rp. 2000,- per-orang.
Saya dan sebagian teman-teman tidak mandi, mendengar kondisi airnya juga hampir
sama dengan air laut.
Malam itu, setelah kami semua
selesai melaksanakan shalat maghrib di beberapa gardu yang tersedia di pinggir
pantai. Kami putuskan untuk mendirikan tenda sebagai tempat tidur atau
peristirahatan. Para pengunjung harus membawa tenda untuk tempat istirahat
karena penduduk lokal di pulau terpencil ini belum ada yang menyediakan jasa
sewa penginapan sama sekali. Dan tentunya dengan mendirikan tenda di pinggiran
pantai pulau ini akan menambah suasana keindahan tersendiri.
Sehabis mendirikan tenda, kami
menyempatkan untuk menyalakan api unggun. Mengumpulkan beberapa kayu bakar, “Malam
di Pulau Gili Labak dengan kehangatan bersama menjadi indah.” Kami berkumpul
berbentuk lingkaran, api unggun dinyalakan diiringi dengan lagu Indonesia raya.
Inilah sebuah kekayaan alam yang dimiliki di negari yang kaya raya ini. Tidak
ada yang paling indah dan mengesankan pada malam itu kecuali dilalui dengan
canda bersama.
Nampaknya, tidak terasa malam mulai
larut. Hanya ada jutaan bintang yang berdenyar di langit dan api anggun menyala
berpijar-pijar. Sudah saatnya kami makan (perut sudah mulai kerongcongan, mulai
dari pagi awal pemberangkatan kami tidak makan nasi), pasalnya kami hanya
membawa persediaan makanan Mei Sedaap. Kasian sekali, kami hanya makan
Mei yang dicampur dengan air meneral. Sehabis makan saatnya tidur. Ada sebagian
tidur di tenda ada pula yang tidur di
warung-warung pinggir pantai. Tidur kami sangat nyenyak sekali di temani
desiran angin yang bersepoi-sepoi dan irama gelombang yang perlahan menyeret
kami ke alam mimpi entah.
Menikmati sunrise, menikmati pagi yang cerah.
Pagi yang cerah sekaligus pagi yang kami
tunggu-tungu, pagi yang akan dihiasi dengan keindahan terbitnya matahari (sunrise).
Inilah pulai Gili Labak pada pagi hari yang sangat indah di saat suasana pagi hari tiba. Ada burung-burung terbang,
suara kokok ayam, dan suara mesin kapal yang memengkakkan telinga, melengkapi
keindahan suasana pagi di pantai putih itu.
Tidak mau ketinggalan moment sunrise,
terbitnya matahari yang indah, kami mendokumentasikannya dengan foto-foto
bersama, melengkapi kekurangan keindahan pulau yang tersembunyi. Pada hari itu
adalah hari terakhir kami di pulau Gili Labak, kami akan meninggalkan beberapa
kenangan yang indah di sini. Esok jika sudah saling berpisah dan hidup dalam
keluarga masing-masing ini menjadi sejarah yang tidah bisa dilupakan. Akhirnya,
pada pukul 07.30 Wib, kami pulang “Selamat tinggal Pulau Gili Labak,”
suatu ketika nanti kami akan datang kembali dengan keadaan yang berbeda. [.]
0 Response to "Sejuta Warna-Warni Eksotis Pantai Gili Labak"
Post a Comment
Terimkasih...