Mengais Alasan-Alasan di Balik Ke-Jomblo-an
Monday, December 4, 2017
Add Comment
Gambar oleh; ini sketsatangan |
Dari
zaman kolonialisme sampai kita berpijak pada zaman era reformasi, dari zaman
primitif sampai era modernisme, dari Sabang sampai Merauke, penulis menemukan
alasan-alasan yang cukup substansial sekaligus klise dalam urusan memilih hidup
men-jomblo, nyaris hampir tak ada bedanya di belahan dunia ini, yang penulis
temukan dengan cara-cara ngaur. Alasan-alasan itu, membuat mereka semakin
koplak, tanpa menyadari mereka menertawakan dirinya sendiri sebab ketelolan
yang dibuat-buat. Kadang mereka memang merencanakan dan membuat alasan yang pas
untuk dirinya sendiri sehingga terdengar sangat subjektif sekali—sangat tak
elegan—kedengaranya.
Namun,
bagi orang yang sangat sentimen bicara “Jomblo” atau bagi kalangan paham jomblo
radikalisme kelas berat, tentu menolak untuk mencari pasangan sampai kapanpun, dan
ini tak jarang penulis temukan di berbagai pecahan dunia (bukan belahan dunia).
Bagi orang yang tak terlalu agresif, mungkin penganut paham jomblo yang kedua ini
adalah jomblo inklusif; sebatas memiliki semacan ideologi jomblo tapi tak
terlalu berkometmen memegang sebuah prinsip, lebih tapatnya plinplan. Dua macam
tipologi ini dengan alasan yang berbeda pula, menurut penulis sama-sama dalam
keadaan ketidakberdayaan sosial yang butuh pertolongan.
Belajar
dari senior, yang penah punya hubunagan LDR (Long Distance Relationship),
bahkan ia sempat mensurvei berbagai kawula muda mudi yang cintanya harus
berakhir sebelum sampai di pelaminan. Senior tadi (tanpa menyebut nama) memberi
alasan-alasan simplisit yang ogah untuk urusan mencari pasangan, menurutnya:
alasan-alasan itu, jika tidak karena ditampik perempuan, ya alasan idealisme
masa depan. Ditampik perempuan, adalah salah satu cara paling mudah untuk
mendapatkan perempuan dengan cara berstatus jomblo, agar cepat-cepat dapet
gebetan, meski sepertinya sangat rempong sekali. Kedua, idealisme masa
depan itu sangat bermacam-macam sekali, bisa karena penghianatan, bisa karena
memang ia tak mau disibukkan dengan urusan perempuan, dan yang lebih religius
lagi ne karena alasan keseriusan, bukan pacaran, karena takut neraka jahannam.
Bagi
penulis, alasan Jomblo bisa dibuat-buat, seperti kisah artis model Jenny Cortez
misalnya (Jawa Pos, 23/8) dulu sekali sebelum ketemu dengan Tommy, Jenny memilih
hidup jomblo kerena alasan yang sesaat, ia menyesal dengan kebohongan mantan
tunangannya sebab mengaku tak memiliki kekasih, meski pada kenyatannya ketahuan
juga dan harus berakhir sebelum sampai di pelaminan.
Ya,
sebab itulah menurut penulis, jomblo itu soal waktu dan alasan-alasan yang
dibuat-buat, bagi orang yang memilih jomblo untuk seumur hidupnya sama halnya
dengan merencanakan kebodohan yang menyakitkan, ia tak punya pandangan masa
depan yang cerah. Hidup itu haru dibawah selon lah, woles kali! Memang
tak ada kehidupan yang bebas dari cobaan, sebab cobaan-cobaan itulah manusia
dapat kuat bertahan.
Pembaca
yang budiman, barangkali juga termasuk dari dua kategori orang yang disebut
dimuka, antara memilih untuk berpasangan (baca: pacaran) atau memilih
men-jomblo seumur hidup karena alasan-alasan yang dibuat tadi, yang tak
berdasarkan pada rasionalitas dan fakta sosial. Yang merasa cukup diam saja.
Sebab itu, menurut penulis, mereka yang jomblo adalah mereka yang memilih berkometmen dalam kebodohannya sendiri. Bagaimana tak bodoh, sedang memilih berpasangan adalah sebuat fitrah manusia, yang diperintahkan dalam al-Qur’an dan atau dibenarkan oleh syari’ah Islam, sebagaimana Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, “...annikahu min sunnati, faman lam ya’mal bisunnati falaisa minni,”dari perkataan Nabi tersebut sudah tersirat kalau para jomblo tidak akan diakui sebagai umatnya. Hanya saja jajaran mahasiswa atau kawula muda mudi di sini cenderung mengartikan: jomblo artinya gak pacaran, berbeda dengan seseorang yang hidup sendiri karena alasan ingin menahan nafsu, sebagaimana Nabi memerintah berpuasa agar dapat menahan nafsu dari godaan-godaan syahwat yang menjerumuskan kepada maksiat, dan ini berlaku bagi orang yang tak sanggub menikah karena alasan material. Itu sebabnya yang jomblo masih dalam tatanan alasan-alasan yang kaku dan cenderung dibuat-buat.
*Tulisan ini pernah dimuat di voila.id
0 Response to "Mengais Alasan-Alasan di Balik Ke-Jomblo-an"
Post a Comment
Terimkasih...