Gegab Gembita Peringatan Hari Santri Nasional Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo
Friday, January 26, 2018
Add Comment
(Laporan Perjalanan Jamalul Muttaqin, saat mengikuti 10 nominasi essai hari santri nasional tingkat Jatim, di PP. Nurul Jadid, Paiton Probolinggo)
Memasuki bulan
Oktober 2017 memasuki bulan penuh kegembiraan bagi kaum santri, bulan
kemenangan sekaligus bulan kemerdekaan Indonesia menurut jejak historis
perjuangan kaum santri—di mana Revolusi Jihad—pernah digenderangkan oleh KH.
Hasyim As’yari untuk melawan tentara sekutu yang bertandang di Surabaya.
Kemarin, tepatnya
pada bulan September (30/09), adalah hari berkabung bagi santri, hari penuh
luka dan menyedihkan. Tidak hanya para pahlawan revolusi kemerdekaan dan para
TNI-AL yang berduka, akan tetapi santri juga merasakan romantisme luka lama
yang tersobek-sobek oleh penghiantan G30S/PKI. Banyak para kiai dibunuh, banyak
para santri dikubur hidup-hidup, pesantren-pesantren diserang dan dibakar,
sungguh perlakuan yang sangat biadab dan tragis.
Syahdah, hari
September yang kelabu berganti dengan hari Oktober yang cerah; seakan masa
depan ada di tangan-tangan para santri yang memiliki semangat nasionalisme
membela bangsa, semangat cinta tanah air yang menyulut jihad fi sabillah,
semangat yang menurut K. Wahab Chasbulla “hubbul watan minal al-iman”
tertancap kokoh di dalam dada para santri.
Sudah tiga tahun
berlalu saat Keputusan Presiden Indonesia (Kepres) Nomer 22 Tahun 2015, saat
tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional (HSN) oleh Presiden Jokowi,
seakan masih beberapa hari yang lalu perintah Jihad melawan para kolonialisme
diserukan oleh K. Hasyim Asy’ari. Dari fatwah jihad itu, banyak kegiatan yang
digelar untuk memperingati HSN di berbagai kota dan pesantren dengan
kegiatan-kegiatan serimonial yang meriah bagai meletusnya kembang api. Tidak
lain, semua kegiatan adalah bentuk syukur atas kemenangan para santri sebagai
pemimpin revolusi pada Hari Pahlawan, 10 November saat melawan tentara sekutu
di Surabaya.
Berkungjung Ke Ponpes
Nurul Jadid, Paiton;
Temukan Pengalaman
Spirit Nasionalisme dengan Semarak Kegiatan HSN.
Kemarin (20/10) saya
mendapat undangan khusus dari Panitia Penyelengara Hari Santri Nasional (HSN),
di Pondok Pesantren, Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo Jawa Timur. Kegiatan tersebut
diselenggarakan oleh IPNU Jatim, Student Crisis Center, dan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur yang berkerja sama dengan Ponpes Nurul Jadid, Paiton serta
Gerakan #Ayo Mondok.
Pada pagi yang cerah
sekitar pukul 07. 00 Wib, saya naik Bus Damri dari Terminal Probolinggo ke
Painton (sebelumnya dari Prenduan-Probolinggo), sekitar satu jam kaki saya
sudah menapaki pintu gerbang Ponpes Nurul Jadid, Paiton. Mas Nadjib, panitia
HSN menelpon saya untuk menunggu penjemputan, tak lama ada mobil Avanza hitam
menghampiri saya, ternyata panitia. Tanpa basa-basi, saya masuk ke dalam mobil.
Panitianya sangat ramah. Berbincang-bincang berbagai hal di dalam mobil sampai
pada asal mondok, identitas, dan tentu bukan soal tunangan. Wkwkwk..
Masuk ke dalam area kompleks
Nurul Jadid, saya langsung disambut oleh Mas Nadjib yang beberapa hari lalu
menelpon saya untuk menghadiri kegiatan HSN di Paiton. Layaknya seorang tamu
istimewa, saya diberi fasilitas, yang menurut saya, sudah lebih dari cukup. Sebuah
wisma di lantai dua dan sebuah kamar mandi, serta makan yang diatur dengan
berbagai menu yang berbeda-beda. “Selamat di Pesantren Nurul Jadid, maaf jika
fasilitas kami tidak memadahi,” katanya rendah hati. Meski saya pikir ini jauh
berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di Ponpes Annuqayah. Ya,
taruhlah dari segi fasilitas dan suguhan. Saya hanya tersenyum simpul.
Setelah ditunjukkan
sebuah kamar, Mas Nadjib meninggalkan saya untuk istirahat. Saya mengunakan
waktu istirahat dengan maksimal sebelum waktu kegiatan HSN dimulai. Di wisma,
sudah ada sepuluh teman saya yang menunggu, baik dari UGM Yogyakarta, Mas
Vowas, Uin Semarang (saya lupa), dan dari Jombang, Mas Yasin, serta ada lima
orang peserta putri dari berbagai kampus bergengsi, dari Universitas Negeri
Surabaya (UINSA), UNISMA, UNIJ, dan terakhir saya lupa juga. Ehek. Ehek...Untunglah,
di sana saya ditemani seorang mahasiswa dari IAI Nurul Jadid, Painton (tuan
rumah, Red). Namanya, Dzull Fikar, nama yang langsung dapat saya ingat sebuah
nama yang dilagukan oleh Bang Haji Roma Irama.
Menurut Mas Dzul
sapaan Dzul Fikar, kegiatan HSN diselenggarakan untuk memeriahkan hari santri nasional,
ya HSN. Sudah lima hari kegiatan
tersebut berjalan (18-22/10), mulai dari lomba, mimbar santri, seminar umum,
upacara, kirab, makan bersama ala santri hingga formasi mozaik dengan beribu
santri. “Tiap harinya kegaitan ini diisi dengan belbagai kegiatan skala
nasional, baik seminar ataupun lomba,” katanya.
Berbagai narasumber
seminar yang sudah hadir di antaranya, ada: Prof. Dr. H. Nur Syam, Sekjen
Kemenag RI, Direktur Pontren Kemenag RI, Dr. H. A. Umar, MA, Direktur KSKK
Madrasah Kemenag RI, Dr. Saiful Rachman, MM, M.Pd, Kadisdik Provinsi Jatim. Semua
yang hadir dalam rangkaian kegiatan yang berbeda beda.
Mencetak Rekor
Muri,
Makan Nasi
“Tabhek” 10.000 Santri Ala Nurul Jadid
Pada hari itu, saya
oleh Mas Dzul diajak berkeliling Ponpes, santri yang kebetulan pengurus Lembaga
Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) itu ternyata juga fasih berbahasa Madura. “Saya
orang Bondowoso, Mas. Jadi pakek bahasa Madura ngak apa-apa,” katanya. Sebab
itu, saya makin akrab saja dan seakan berbincang-bincang dengan teman sendiri
di Annuqayah.
Untuk sementara,
layaknya seorang tamu, Mas Dzul juga tinggal di Wisma tamu selama dua hari
untuk menemani saya dan teman-teman yang lain. Saya banyak berbicara dan
bertanya ini itu, Mas Dzul hanya melayani beberapa saja yang dikira penting
untuk dijawab. Menurut Mas Dzul, setiap gang (di Annuqayah disebut kompleks)
ada ketua pengurus masing-masing, kebetulan dirinya menjadi ketua pengurus
untuk gang MTs, yang bagi saya hampir sama jumlahnya dengan santri Lubangsa. Lain
lagi gang MA/SMA yang terbagi menajdi dua gang, dan gang untuk Mahasiswa yang
agak bebas. Bahkan, pesantren yang dipimpin oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, sekarang
sudah memiliki IAI Nurul Jadid, STT Nurul Jadid, dan STIKes Nurul Jadid.
Singkat cerita, sehabis
saya jalan-jalan dengan Mas Dzul, ia juga bercerita perihal penutupan HSN. Saya
melihat malam puncak kegiatan HSN. Seperti sebuah pameran di tengan kota-kota
besar, ada gemerap dan pernak-pernik cahaya di lapangan kampus Terpadu. Malam
itu, diiringi alunan musik banjari santriwan santriwati berkerumun memadati
lapangan untuk kegiatan malam puncak, sedang keesokan harinya digelar makan nasi
“Tabhek” bersama 10.000 santri hingga cuci tangan pakai sabun 10.000
santri.
Namun, sebelum pagi
hari, 22 Oktober. Malamya, sehabis menyaksikan kirab santri sepanjang jalan.
Saya pamit ke Mas Dzul untuk pemit pulang, sekitar pukul 19. 00 Wib saya
meninggalkan Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo.
0 Response to "Gegab Gembita Peringatan Hari Santri Nasional Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo "
Post a Comment
Terimkasih...