-->

Mencapai Tingkat Profetik dalam Tradisi Maulid


Gambar oleh:muslimfiqih.blogsport.co.id

Maulid Nabi atau kelahiran Nabi Muhammad Saw., menjadi sebuah tradisi yang berkembang dalam agama Islam. Maulid bisa dikatakan bentuk ekspresi kegembiraan dan penghormatan seluruh umat di dunia. Jika mengaku mencintai Nabi Muhammad, salah satunya yaitu dengan cara mengingat kelahiran beliau. Tidak ada cara mencintai tanpa mengingat dan mempelajari apa-apa yang beliau sunnahkan kepada umatnya.
            Dalam tradisi Maulid ini, umat Islam bisa mempelajari jejak historis yang dapat meningkatkan akan kualitas ibadah kita kepada Allah. Tak ada manusia yang paling sempurnah selain nabi Muhammad untuk dijadikan refleksi atau contoh dalam beribadah kepada Allah. Barangkali tidak hanya dalam beribadah, melainkan dalam semua tetek bengek kehidupan beliaulah adalah contoh besarnya.
Unutk itu, perlu kiranya menelisik makna Maulid itu sendiri. Kalau diambil dari filologi bahasanya, kata maulid adalah isim zaman dan isim makan dari “walada”. Walada, kata kerja lampau, berari telah lahir. Sedangkan Maulid bermakna hari dilahirkan atau tempat kelahiran. Dalam tradisi Islam Nusantara, maulid memiliki bermacam-macam makna, salah satunya ada tiga makna yang kita ketahui.
Pertama, sebagai sebuah bulan. Bulan yang dimaksud adalah bulan dalam kalender Hijriyah, yakni Robi’ul Awal. Dalam tradiasi Islam Nusantara tidak menggunakan Robi’ul Awal, melainkan dengan sebutan Maulid, disebabkan karena bulan tersebut merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad., tepatnya tanggal 12 Robi’ul Awal. Sedang penyebutan Maulid rasanyapun lebih muda ketimbangan Robi’ul Awal.
Orang Jawa juga menyebutnya Robbi’ul Awal dengan Maulid atau Mulud. Sementara orang Madura menyebut dengan “Molod”. Bulan ini sangat dihormati, bahkan disebut bulan yang sangat suci. Bulan maulid dianggap suci, karena orang suci dilahirkan. Sebabnya, bulan ini begitu sakral dan istemewa.
Ada pula yang mengartikan maulid sebagai hari perayaan yang diisi dengan pengajian-pengajian umum seputar kisah-kisah kelahiran nabi. Di daerah-daerah yang tradisi Islamnya sangat kental, bahkan pengajian Maulid dilakukan di luar bulan Maulid itu sendiri. DIi Madura contohnya, Maulid Nabi dilakukan selama dua bulan bahkan lebih.
Sebenarnya maulid sampai hari ini tidak bisa dilepaskan dengan tradisi dan budaya ummat Islam, sampai pada kalangan dan daerah-daerah tertentu “maulid” mempunyai tradisi tersendiri yang berbeda-beda selagi mencerminkan akan nilai-nilai keislaman yang tidak menyimpang dari syariah Islam.
            Pada intinya, memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, adalah membukakan pintu gerbang kesadaran yang profetik untuk menggapai  rasa cinta kepada nabi Muhammad. Sebagai seorang Muslim, sesungguhnya tidak cukup hanya mengikuti ajaran-ajaran Muhammad. Maka, yang paling utama adalah memahami jejak spiritualitas beliau dalam rangka mencapai kesadaran profetik-nya.
Maka yang harus dilakukan adalah memadukan antara keduanya; memadukan antara Islam esoteris dengan eksoteris, memadukan antara Islam inklusif dengan eksklusif, memadukan antara kebenaran dan kehadiran. Serta yang terpenting bisa membedakan antara ibadah dengan budaya beribadah.
Akhirnya, momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad kali ini bisa kita petik saripati sejarah Muhammad sebagai sebuah “ibrah” atau gambaran perjalanan menuju Allah Swt. Lewat beberapa acara seperti pengajian umum tentang Perayaan Maulid Nabi, dan pembacaan Barzanji, dan yang lain lain. Maka dengan demikian diupayakan kegiatan ini mampu menghadirkan “ruh” profetik Nabi dalam diri manusia sebagai ummat Islam yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad dari sekadar ucapan.

0 Response to "Mencapai Tingkat Profetik dalam Tradisi Maulid"

Post a Comment

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel