Mencapai Tingkat Profetik dalam Tradisi Maulid
Friday, January 26, 2018
Add Comment
Gambar oleh:muslimfiqih.blogsport.co.id |
Maulid Nabi
atau kelahiran Nabi Muhammad Saw., menjadi sebuah tradisi yang berkembang dalam
agama Islam. Maulid bisa dikatakan bentuk ekspresi kegembiraan dan
penghormatan seluruh umat di dunia. Jika mengaku mencintai Nabi Muhammad, salah
satunya yaitu dengan cara mengingat kelahiran beliau. Tidak ada cara mencintai
tanpa mengingat dan mempelajari apa-apa yang beliau sunnahkan kepada umatnya.
Dalam tradisi Maulid ini, umat Islam
bisa mempelajari jejak historis yang dapat meningkatkan akan kualitas ibadah
kita kepada Allah. Tak ada manusia yang paling sempurnah selain nabi Muhammad
untuk dijadikan refleksi atau contoh dalam beribadah kepada Allah. Barangkali
tidak hanya dalam beribadah, melainkan dalam semua tetek bengek kehidupan
beliaulah adalah contoh besarnya.
Unutk
itu, perlu kiranya menelisik makna Maulid itu sendiri. Kalau diambil dari
filologi bahasanya, kata maulid adalah isim zaman dan isim makan dari “walada”.
Walada, kata kerja lampau, berari telah lahir. Sedangkan Maulid bermakna
hari dilahirkan atau tempat kelahiran. Dalam tradisi Islam Nusantara, maulid
memiliki bermacam-macam makna, salah satunya ada tiga makna yang kita ketahui.
Pertama, sebagai sebuah bulan. Bulan yang dimaksud adalah bulan
dalam kalender Hijriyah, yakni Robi’ul Awal. Dalam tradiasi Islam Nusantara
tidak menggunakan Robi’ul Awal, melainkan dengan sebutan Maulid,
disebabkan karena bulan tersebut merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad.,
tepatnya tanggal 12 Robi’ul Awal. Sedang penyebutan Maulid rasanyapun lebih
muda ketimbangan Robi’ul Awal.
Orang
Jawa juga menyebutnya Robbi’ul Awal dengan Maulid atau Mulud.
Sementara orang Madura menyebut dengan “Molod”. Bulan ini sangat
dihormati, bahkan disebut bulan yang sangat suci. Bulan maulid dianggap suci,
karena orang suci dilahirkan. Sebabnya, bulan ini begitu sakral dan istemewa.
Ada
pula yang mengartikan maulid sebagai hari perayaan yang diisi dengan
pengajian-pengajian umum seputar kisah-kisah kelahiran nabi. Di daerah-daerah
yang tradisi Islamnya sangat kental, bahkan pengajian Maulid dilakukan di luar
bulan Maulid itu sendiri. DIi Madura contohnya, Maulid Nabi dilakukan selama
dua bulan bahkan lebih.
Sebenarnya
maulid sampai hari ini tidak bisa dilepaskan dengan tradisi dan budaya ummat
Islam, sampai pada kalangan dan daerah-daerah tertentu “maulid” mempunyai
tradisi tersendiri yang berbeda-beda selagi mencerminkan akan nilai-nilai
keislaman yang tidak menyimpang dari syariah Islam.
Pada intinya, memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad Saw, adalah membukakan pintu gerbang kesadaran yang profetik
untuk menggapai rasa cinta kepada nabi
Muhammad. Sebagai seorang Muslim, sesungguhnya tidak cukup hanya mengikuti
ajaran-ajaran Muhammad. Maka, yang paling utama adalah memahami jejak
spiritualitas beliau dalam rangka mencapai kesadaran profetik-nya.
Maka
yang harus dilakukan adalah memadukan antara keduanya; memadukan antara Islam
esoteris dengan eksoteris, memadukan antara Islam inklusif dengan eksklusif,
memadukan antara kebenaran dan kehadiran. Serta yang terpenting bisa membedakan
antara ibadah dengan budaya beribadah.
Akhirnya,
momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad kali ini bisa kita petik saripati
sejarah Muhammad sebagai sebuah “ibrah” atau gambaran perjalanan menuju Allah
Swt. Lewat beberapa acara seperti pengajian umum tentang Perayaan Maulid Nabi,
dan pembacaan Barzanji, dan yang lain lain. Maka dengan demikian
diupayakan kegiatan ini mampu menghadirkan “ruh” profetik Nabi dalam diri manusia
sebagai ummat Islam yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad dari sekadar
ucapan.
0 Response to "Mencapai Tingkat Profetik dalam Tradisi Maulid"
Post a Comment
Terimkasih...