Membuka Ruang Cela Khilafah HTI
Friday, February 9, 2018
Add Comment
Judul Buku : Khilafah HTI dalam Timbangan
Penulis : Ainur Rofiq al-Amin
Tahun Terbit : Juli 2017
Penerbit : Pustaka Harakatuna
Halaman : 319
ISBN : 978-602-61885-1-9
Peresensi : Jamalul Muttaqin*
SUNGGUH melewati masa yang tak sebentar, sekurang-kurangnya enam puluh lima tahun yang silam Hizb al-Tahrir berdiri tegak di Pelestina lewat ijtihad politik mantan Mahkamah Syariah di Pelestina, Syekh Taqi al-Din al-Nabhani, pada tanggal 1953 M. Perjalanan dari rentang waktu yang sangat panjang dalam sejarahnya, sebagaimana dikutip dari Dale F. Eickelman, Hizbu al-Tahrir merangkak ke berbagai negara, mulai dari negara Arab di Timur Tengah, Afrika, Mesir, Libya, Sudan, dan Aljazair, dan juga menjajah ke berbagai negara Eropa seperti Prancis, Jerman, Ingris, Belanda, Austria, sampai ke Amerika hingga Malaysia dan Indonesia.
Sebenarnya, tidak terlalu penting membicarakan sejarah Hizb al-Tahrir (HT) secara umum, atau Hizb al-Tahrir Indonesia (HTI) secara khusus. Namun, sebagian masyarakat dibuat risih dengan gelombang gerakan politik HTI yang berada di Indonesia, dengan tidak mengakuinya sebagai negara yang berideologi Pancasila sekaligus menjadi klaim bahwa HTI menolak sistem pemerintahan Indonesia. Tentu alasan inilah yang sangat penting untuk membaca buku KhilafahHTI dalam Timbangan. Kenapa HTI memiliki keinginan kuat untuk merekonstruksi negara Islam menjadi sistem pemerintah yang angkuh dan absolut? Tidak lain karena ideologisasi, dan merasa dengan khilafah-lah HTI paling benar, yang dianulir oleh Ainur Rofiq al-Amin sebagai ruang hegemoni kapitalisasi ideologi.
Sebelum memesuki labirin landasan ideologisasi politik Khilafah, Dr. Ainur Rofiq al-Amin, memaparkan rekonstruksi khilafah itu sendiri meski tidak terlalu banyak. Menurut, kitab yang diterbitkan oleh Hizb al-Tahrir, Afkar Siyasiyah, salah satu kewajiban partai politik-nya adalah mengembalikan denyut kehidupan Islam melalui terwujudnya khilafah, yang diyakini sebagai satu-satunya perintah aqidah Islamiyyah (hlm. 63). Dalam Islam manusia memiliki kewajiban untuk menyeru kepada kebaikan, berlandaskan al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104, menjadi pijakan kuat bagi Hizb al-Tahrir untuk membentuk kelompok atau jamaah yang bersifat politik(Ahdzabu al-Siyasiyah) dengan visi-misi kembali kepada syariah Islam. Pembentukan politik di atas dapat menjadi salah satu mediasi yang dapat mengontrol, sekaligus mengkritik pemerintah untuk menegakkan amr ma’ruf dan nahi munkar.
Padahal untuk menegakkan amr ma’ruf dan nahi munkar, tak harus mewujudkan dengan partai politi berlabel khilafah, dengan mengembalikan semua kontruksi urusan politik dan negara pada hukum syariah agama Islam zaman dulu. Kenyataannya, nabi tidak pernah meninggalkan kewajiban untuk membentuk negara model khilafah yang diusung oleh HTI. Namun, lagi-lagiHTI membantah jika kemudian Islam diinternalisasikan secara sepotong-sepotong, secara terpisah, secara terpenggal, dan tak utuh sehinggah mengakibatkan keberislaman masyarakat tidak kaffah. Itulah menjadi awal kewajiban untuk mendirikan partai politik tadi sebagai gerakan yang menyeru kepada negara Islam khilafah Islamiyah. HTI dimana-mana menyatakan bahwa issu penting dunia adalah mengembalikkan teggaknya hukum Allah melalui khilafah; the vital issue for muslim in the whole world is the re-establishment of the rule of Allah through establishing the khilafah.
Beberapa argumentasi yang argumentatif tentang ideologisasi politik khilafah di paparkan dalam buku HTI yang berjudul al-Fikr al-Islam, salah satunya mendirikan khilafah merupakanfardu kifayah. Prinsip ini mengemukakan bahwa, selama khilafah belum berdiri tegak maka pada saat itulah setiap individu muslim yang mukallaf berkewajiban menegakkannya tanpa pandang bulu hatta khilafah benar-benar berdiri (hlm. 156). Paling ekstrim Hizb al-Tahrir dalam kitabnyaal-Shakhsiyayah al-Islamiyyah, mengklaim bahwa umat muslim sedunia jika tak berusaha menegakkan khilafah adalah berdosa, bahkan berdosa besar jika diwaktu lain meremehkan. Jika anggapan HTI meremehkan tegaknya khilafah adalah dosa besar, maka Indonesialah yang paling berdosa menurut HTI. Meski bukan hanya Indonesia yang menolak Hizb al-Tahrir, sekurang-kurangnya ada 20 negara.
Di mata HTI semua partai di Indonesia, baik yang komunis, kapitalis, nasionalisme dilarang berdiri, begitupun partai Islam. Meski HTI sendiri mengakui adanya partai Islam di Indonesia, akan tetapi menurutnya tidak absah dan tidak memenuhi syarat, karena banyak partai Islam menyeru kepada demokrasi dan nasionalisme yang kafir atau thaghut.
Sikap ekstrim HTI telah mengantarkan gerbang organisasi ini menjadi gerakan yang tak memberikan kontribusi apa-apa terhadap negara bahkan lebih tragis; menjadi organisasi yang dilarang pemerintah pasca dicabutnya status badan hukum ormas oleh Kementrian Hukum dan HAM (19/08/17). Dilarangnya HTI menurut Dr. Ainur Rofiq akan lebih baik sekaligus menjadi kabar gembira bagi masyarakat Indonesia, karena pelan tapi pasti HTI akan semakin tak leluasa untuk bergerak dan beraktifitas, lambat laun gaung HTI akan semakin berkurang dan akhirnya runtuh kemudian menghilang seiring berjalannnya waktu (hlm. 91).
Dalam buku yang ditulis Dr. Ainur Rofiq al-Amin, selain hasil dari disertasi selama kurun waktu yang begitu lama, lima tahun sebagai anggota HTI, sekaligus menyentuh langsung akan aktivitas-aktivitas yang dilakukan HTI, tidak diragukan buku Khilafah HTI dalam Timbangansecara objektive diteropong secara internal oleh seorang mantan aktivis HTI ini mampu untuk memberikan pemahaman yang kompleks tentang Hizb al-Tahrir, sekaligus buku ini merupakan cambuk kritik atas berbagai kesalahan yang terdapat di dalam ideologisasi kerangka visi-misi Hizb al-Tahrir yang perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan masyarakat umum ataupun mahasiswa.[]
*Tulisan ini dimuat di NusantaraNews. https://nusantaranews.co/membuka-ruang-cela-khilafah-hti/
0 Response to "Membuka Ruang Cela Khilafah HTI"
Post a Comment
Terimkasih...