TAHUN POLITIK 2019 & KAMPAYE TIDAK ETIS
Thursday, February 7, 2019
Add Comment
Mendekatnya Pilpres 2019 semakin
hari semakin ditandai dengan belbagai ajang kampanye politik yang tidak
mencerminkan akan kedewasaan para elite politik kita dalam bersaing. Itu
terlihat banyaknya kampanye politik yang dilakukan dengan cara-cara gelap yang
bisa menurunkan nilai elektabilitas dari politik itu sendiri.
Seperti
contoh kecilnya saja, dalam pemanfaatan media sosial oleh warganet yang kadang malah
justru dijadikan sebagai instrumen untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan
cara apapun.
Menurut
Presiden Jokowi tindakan para politisi kita saat ini rentan dengan tindakan-tindakan
yang kurang ber-etika, banyak sebagian politisi memikirkan kepentingan sepihak
untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan cara apapun; bukan dengan cara
berkompetisi mengadu program kerja yang dapat ditawarkan kepada masyarakat.
Salah
satu yang sangat mengecewakan adalah kejadian yang terjadi di acara Car Free
Day (CFD) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat,
Minggu (29/4/2018), yang diduga terjadi persekusi oleh kelompok
#2019GantiPresiden kepada seorang ibu Susi Ferawati dan anaknya. Namun, saat
ini ketika ada keganjalan bahwa kasus persekusi tersebut adalah hasil sebuah
propaganda politik, mungkinkah masyarakat gampang terprovokasi oleh salah satu gerakan
hasteg #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja?
Sebab
itu, saya ingin mengawali bahwa tulisan ini sebenarnya ingin meluruskan bahwa
di balik gerakan politik praktis yang kita lihat di lapangan, selalu saja ada
persaingan yang tidak ber-etiket—yang dilakukan dengan cara-cara culas dan
kotor—sebagaimana kejadian dimuka yang sudah saya sebutkan.
Pemerhati
dunia intelijen, Fauka Noor Farid, menyebutkan bahwa, ramai isu gelang kode
dalam peristiwa dugaan intimidasi seorang wanita bernama Susi Ferawati, itu
dinilai sebagai bentuk untuk merusak citra dari dalam. Menurutnya, operasi
semacam itu dapat dimengerti karena gerakan #2019GantiPresiden dianggap sudah
cukup masif. Maka satu-satunya cara adalah menggembosinya dengan menyusupkan
orang ke dalam massa gerakan #2019GantiPresiden.
Bagaimanapun,
gerakan hasteg #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja adalah bagian dari agenda
politik yang diklaim sebagai upaya untuk saling menjatuhkan lawan politiknya
dengan cara-cara kurang cerdas dan ilmiah. Di lain sisi gerakan ini bisa
dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu di luar kepentingan politik,
karena bisa saja kesempatan besar yang sudah membuat polarisasi antara kubu
Jokowi dan Prabowo menggiring setiap opini untuk saling mencaci maki antar
sesama bukan malah sebagai medium untuk menjaga kerukunan antar masyarakat.
Sedangkan
setiap kubu politik antara Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki seorang tokoh
panutan, baik itu ulama, cendikiawan, para aktivis sosial, dan yang lainnya.
Pelan tapi pasti banyak ulama dan masyarakat yang dimanfaatnya hanya untuk
kemenangan kampanye politik di Pilpres 2019 nanti.
Apa
yang sampaikan oleh Mahfud MD pada benarnya menolak atas persekusi yang
dilakukan oleh para kampaye politik, dalam hal ini Mahfud menuturkan bahwa penegakan
hukum seiring persaingan politik yang tidak sehat harus benar-benar dikawal,
aspirasi untuk meyampaikan ganti
presiden dan tidak mengganti presiden menurut Guru Besar Hukum Tata
Negara UII itu adalah hak warga. Namun, dalam hal ini saya sepakat dengan
pendapat Bapak Mahduf untuk menyampaikan secara mekanisme konstitusional, agar
tidak ada lagi kasus intimidasi atau persekusi, apalagi terjadi propaganda yang
dilakukan oleh penghianat negara untuk memecah belah kerukunan masyarakat di
Indonesia.
Walhasil,
selagi elite politisi kita ingin dikatatakan sebagai bapak negarawan yang
sejati, gunakanlah politik sebagai medium yang mencerdaskan untuk menwujdukan
kesejahteraan masyarakat dengan cara-cara etis dan bermartabat. Wallahua’lam...
0 Response to "TAHUN POLITIK 2019 & KAMPAYE TIDAK ETIS"
Post a Comment
Terimkasih...