-->

TAHUN POLITIK 2019 & KAMPAYE TIDAK ETIS

Mendekatnya Pilpres 2019 semakin hari semakin ditandai dengan belbagai ajang kampanye politik yang tidak mencerminkan akan kedewasaan para elite politik kita dalam bersaing. Itu terlihat banyaknya kampanye politik yang dilakukan dengan cara-cara gelap yang bisa menurunkan nilai elektabilitas dari politik itu sendiri.
Seperti contoh kecilnya saja, dalam pemanfaatan media sosial oleh warganet yang kadang malah justru dijadikan sebagai instrumen untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan cara apapun.

Menurut Presiden Jokowi tindakan para politisi kita saat ini rentan dengan tindakan-tindakan yang kurang ber-etika, banyak sebagian politisi memikirkan kepentingan sepihak untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan cara apapun; bukan dengan cara berkompetisi mengadu program kerja yang dapat ditawarkan kepada masyarakat.

Salah satu yang sangat mengecewakan adalah kejadian yang terjadi di acara Car Free Day (CFD) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (29/4/2018), yang diduga terjadi persekusi oleh kelompok #2019GantiPresiden kepada seorang ibu Susi Ferawati dan anaknya. Namun, saat ini ketika ada keganjalan bahwa kasus persekusi tersebut adalah hasil sebuah propaganda politik, mungkinkah masyarakat gampang terprovokasi oleh salah satu gerakan hasteg #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja?

Sebab itu, saya ingin mengawali bahwa tulisan ini sebenarnya ingin meluruskan bahwa di balik gerakan politik praktis yang kita lihat di lapangan, selalu saja ada persaingan yang tidak ber-etiket—yang dilakukan dengan cara-cara culas dan kotor—sebagaimana kejadian dimuka yang sudah saya sebutkan.

Pemerhati dunia intelijen, Fauka Noor Farid, menyebutkan bahwa, ramai isu gelang kode dalam peristiwa dugaan intimidasi seorang wanita bernama Susi Ferawati, itu dinilai sebagai bentuk untuk merusak citra dari dalam. Menurutnya, operasi semacam itu dapat dimengerti karena gerakan #2019GantiPresiden dianggap sudah cukup masif. Maka satu-satunya cara adalah menggembosinya dengan menyusupkan orang ke dalam massa gerakan #2019GantiPresiden.

Bagaimanapun, gerakan hasteg #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja adalah bagian dari agenda politik yang diklaim sebagai upaya untuk saling menjatuhkan lawan politiknya dengan cara-cara kurang cerdas dan ilmiah. Di lain sisi gerakan ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu di luar kepentingan politik, karena bisa saja kesempatan besar yang sudah membuat polarisasi antara kubu Jokowi dan Prabowo menggiring setiap opini untuk saling mencaci maki antar sesama bukan malah sebagai medium untuk menjaga kerukunan antar masyarakat.

Sedangkan setiap kubu politik antara Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki seorang tokoh panutan, baik itu ulama, cendikiawan, para aktivis sosial, dan yang lainnya. Pelan tapi pasti banyak ulama dan masyarakat yang dimanfaatnya hanya untuk kemenangan kampanye politik di Pilpres 2019 nanti.

Apa yang sampaikan oleh Mahfud MD pada benarnya menolak atas persekusi yang dilakukan oleh para kampaye politik, dalam hal ini Mahfud menuturkan bahwa penegakan hukum seiring persaingan politik yang tidak sehat harus benar-benar dikawal, aspirasi untuk meyampaikan ganti  presiden dan tidak mengganti presiden menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UII itu adalah hak warga. Namun, dalam hal ini saya sepakat dengan pendapat Bapak Mahduf untuk menyampaikan secara mekanisme konstitusional, agar tidak ada lagi kasus intimidasi atau persekusi, apalagi terjadi propaganda yang dilakukan oleh penghianat negara untuk memecah belah kerukunan masyarakat di Indonesia.


Walhasil, selagi elite politisi kita ingin dikatatakan sebagai bapak negarawan yang sejati, gunakanlah politik sebagai medium yang mencerdaskan untuk menwujdukan kesejahteraan masyarakat dengan cara-cara etis dan bermartabat. Wallahua’lam...

0 Response to "TAHUN POLITIK 2019 & KAMPAYE TIDAK ETIS"

Post a Comment

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel