-->

ROMANTISNYA KOTA JOGYAKARTA


Satu tahun di Jogja saya mendapatkan apa yang dipikirkan dulu. Kota Istimewa, kota pendidikan dan satu lagi kota paling romantis. Tidak hanya tempatnya yang romantis begitupun orang-orangnya.
Saya merasa menyesal, kenapa saya harus terlambat ke Jogja? Di saat teman-teman saya sudah berhasil mendapatkan apa yang dicari di kota ini, saya baru punya kesadaran untuk melanjutkan pendidikan di sini.
Sudah lama saya mendambakan hidup di Jogja. Seperti kebanyakan guru-guru saya di Annuqayah yang menempuh pendidikan di kota budaya ini. Akhirnya, setelah selesai kuliah starata satu di Instika, saya pamit ke pengasuh, K. Muhammad Ali Fikri, beliau langsung paham kenapa saya memilih kota Jogja. "Kamu mau kumpul bersama para penulis di sana, " dawuhnya. Waktu itu saya hanya mengangguk saja. Apalagi saya tahu beliau juga pernah besar di Jogja.
Singkatnya, sudah satu tahun saya tinggal di Jojga, niat awal memang ingin mengenal Jogja dan semua isinya, saya tidak langsung masuk kampus atau daftar kuliah. Selama setahun ya saya nganggur. Berdiam diri dan berbaur dengan teman-teman di Jogja. Kebetulan sekali, saya tinggal di Krapyak, tentu lingkungan ini sangat cocok buat saya. Apalagi juga banyak para senior saya dulu tinggal di sekitar Krapyak. Meski bukan lingkungan penulis sih. Tapi, kebanyakan para ulama yang alim-alim, moga aja ketularan ilmunya. Justru itu, kata ibu tempat ini adalah hasil istikharah yang paling baik.
Apalagi Krapyak termasuk lingkungan pesantren, kos-kos-an banyak yang murah-murah. Makanan juga murah, masih banyak angkringan di setiap sudutnya. Ada panggung Krapyak (Kandang Menjangan), masjid Jogokaryan yang setiap bulan suci menyemarakkan dengan kegiatan Kampung Ramadhan Jogokaryan (KRJ) membuat saya betah. Betah sekali disini.
Tinggal di Krapyak, saya bisa jalan kaki ke Alun-Alun Selatan (Alkid) karena jaraknya masih dekat, terus ke Alun-Alun Utara (Altar), ke Kraton, dan ke Malioboro. Pagi-pagi joging, atau ketika sore hari saya biasa berspeda ontel hanya ingin menikmati suasana keramaian Jogja. Memang betul. Sore hari berspeda di Jogja membuat hati siapapun terasa tentram, apalagi kalau nongkrong di Alkid sembari melihat orang-orang bermesraan, rasanya meleleh. Meleleh, Bru! Buat selow aja, terus seruput Es Teh dengan penuh penghayatan. Akh. Romantis juga bukan.
Lagi. Ada cerita yang paling membuat saya tidak lupa dengan berspeda ontel, apalagi kalau ada yang dibonceng sih.😂 Biasanya, saya berspeda hanya ingin tau jalan-jalan setapak di Jogja, muter-muter, kadang masuk ke jalan buntu. Balik lagi. Jalan lagi. Atau saya keliling Krapyak, ke jalan Ringroad Utara, muter ke arah timur sampai ke jalan Parangtritis, terus ke utara hingga kembali ke Krapyak lagi.
Berspeda ontel di Jogja akhir-akhir ini mulai sedikit, bisa dikatakan jarang, bahkan sangat jarang sekali saya temukan mahasiswa berspeda ontel. Dulu, temanku bercerita bahwa, naik speda ontel itu biasa, sudah lumrah. Ia ke kampus naik speda ontel dengan jarak tempuh kira-kira 7-8 km. Hanya berbekal sarapan nasi kucing untuk menahan lapar seharian. Tapi, itu mahasiswa dulu, bahkan itu dulu sebelum Jogja macet seperti yang terjadi hari ini.
Ada baiknya, di tengah kemacetan yang perlahan membuat kota Jogja agak ramai dan sesak seperti ibu kota. Saya bisa tetap konsisten berspeda ontel di Jogja. Meski sendirian, tapi masih bisa menikmati, kadang menjadi sesuatu yang membuat saya senang. Bayangkan bersepda ontel sembari bersiul-siul dan mendendangkan tembang Kla Project yang ditemani pengamen angklung di setiap persimpangan lampu merah. Itu nikmat, gaess! ðŸ˜‚
Bagi saya berspeda ontel termasuk bagian dari olahraga, itu alasan yang paling sederhana. Kota ini bisa saya rasakan dengan tenang setenang-tenangnya, dengan begitu saya seolah terlahir di sini, "i'm very proud of this beautiful city, cause jogja is the city where i born". Meski nanti akan kembali ke kotaku. Perlahan, dan perlahan, dengan setangkup rindu yang menyala-nyala saya menemukan keistimewaan yang tersimpan di setiap kota ini.
Ah, tapi ini adalah moment terakhir saya berspeda ontel karena tahun ini saya harus masuk kuliah yang pertama kali. Tidak mungkin saya berspeda ontel dari Krapyak ke UIN Sunankalijaga. Itu berat, Fergosuuu. Sekarang macet! Coba kalian buktikan sendiri bila ke Jogja. ðŸ˜‚
Krapyak, 2019 M.


0 Response to "ROMANTISNYA KOTA JOGYAKARTA"

Post a Comment

Terimkasih...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel