ROMANTISNYA KOTA JOGYAKARTA
Wednesday, July 10, 2019
Add Comment
Satu tahun di Jogja saya mendapatkan apa yang dipikirkan dulu.
Kota Istimewa, kota pendidikan dan satu lagi kota paling romantis. Tidak hanya
tempatnya yang romantis begitupun orang-orangnya.
Saya merasa menyesal, kenapa saya harus terlambat ke Jogja? Di
saat teman-teman saya sudah berhasil mendapatkan apa yang dicari di kota ini,
saya baru punya kesadaran untuk melanjutkan pendidikan di sini.
Sudah lama saya mendambakan hidup di Jogja. Seperti kebanyakan
guru-guru saya di Annuqayah yang menempuh pendidikan di kota budaya ini.
Akhirnya, setelah selesai kuliah starata satu di Instika, saya pamit ke
pengasuh, K. Muhammad Ali Fikri, beliau langsung paham kenapa saya memilih kota
Jogja. "Kamu mau kumpul bersama para penulis di sana, " dawuhnya.
Waktu itu saya hanya mengangguk saja. Apalagi saya tahu beliau juga pernah besar
di Jogja.
Singkatnya, sudah satu tahun saya tinggal di Jojga, niat awal
memang ingin mengenal Jogja dan semua isinya, saya tidak langsung masuk kampus
atau daftar kuliah. Selama setahun ya saya nganggur. Berdiam diri dan berbaur
dengan teman-teman di Jogja. Kebetulan sekali, saya tinggal di Krapyak, tentu
lingkungan ini sangat cocok buat saya. Apalagi juga banyak para senior saya
dulu tinggal di sekitar Krapyak. Meski bukan lingkungan penulis sih. Tapi,
kebanyakan para ulama yang alim-alim, moga aja ketularan ilmunya. Justru itu,
kata ibu tempat ini adalah hasil istikharah yang paling baik.
Apalagi Krapyak termasuk lingkungan pesantren, kos-kos-an banyak
yang murah-murah. Makanan juga murah, masih banyak angkringan di setiap
sudutnya. Ada panggung Krapyak (Kandang Menjangan), masjid Jogokaryan yang
setiap bulan suci menyemarakkan dengan kegiatan Kampung Ramadhan Jogokaryan
(KRJ) membuat saya betah. Betah sekali disini.
Tinggal di Krapyak, saya bisa jalan kaki ke Alun-Alun Selatan
(Alkid) karena jaraknya masih dekat, terus ke Alun-Alun Utara (Altar), ke
Kraton, dan ke Malioboro. Pagi-pagi joging, atau ketika sore hari saya biasa
berspeda ontel hanya ingin menikmati suasana keramaian Jogja. Memang betul.
Sore hari berspeda di Jogja membuat hati siapapun terasa tentram, apalagi kalau
nongkrong di Alkid sembari melihat orang-orang bermesraan, rasanya meleleh.
Meleleh, Bru! Buat selow aja, terus seruput Es Teh dengan penuh penghayatan.
Akh. Romantis juga bukan.
Lagi. Ada cerita yang paling membuat saya tidak lupa dengan berspeda
ontel, apalagi kalau ada yang dibonceng sih.😂 Biasanya, saya
berspeda hanya ingin tau jalan-jalan setapak di Jogja, muter-muter, kadang
masuk ke jalan buntu. Balik lagi. Jalan lagi. Atau saya keliling Krapyak, ke
jalan Ringroad Utara, muter ke arah timur sampai ke jalan Parangtritis, terus
ke utara hingga kembali ke Krapyak lagi.
Berspeda ontel di Jogja akhir-akhir ini mulai sedikit, bisa
dikatakan jarang, bahkan sangat jarang sekali saya temukan mahasiswa berspeda
ontel. Dulu, temanku bercerita bahwa, naik speda ontel itu biasa, sudah lumrah.
Ia ke kampus naik speda ontel dengan jarak tempuh kira-kira 7-8 km. Hanya
berbekal sarapan nasi kucing untuk menahan lapar seharian. Tapi, itu mahasiswa
dulu, bahkan itu dulu sebelum Jogja macet seperti yang terjadi hari ini.
Ada baiknya, di tengah kemacetan yang perlahan membuat kota
Jogja agak ramai dan sesak seperti ibu kota. Saya bisa tetap konsisten berspeda
ontel di Jogja. Meski sendirian, tapi masih bisa menikmati, kadang menjadi
sesuatu yang membuat saya senang. Bayangkan bersepda ontel sembari bersiul-siul
dan mendendangkan tembang Kla Project yang ditemani pengamen angklung di setiap
persimpangan lampu merah. Itu nikmat, gaess! 😂
Bagi saya berspeda ontel termasuk bagian dari olahraga, itu
alasan yang paling sederhana. Kota ini bisa saya rasakan dengan tenang
setenang-tenangnya, dengan begitu saya seolah terlahir di sini, "i'm very
proud of this beautiful city, cause jogja is the city where i born". Meski
nanti akan kembali ke kotaku. Perlahan, dan perlahan, dengan setangkup rindu
yang menyala-nyala saya menemukan keistimewaan yang tersimpan di setiap kota
ini.
Ah, tapi ini adalah moment terakhir saya berspeda ontel karena
tahun ini saya harus masuk kuliah yang pertama kali. Tidak mungkin saya
berspeda ontel dari Krapyak ke UIN Sunankalijaga. Itu berat, Fergosuuu.
Sekarang macet! Coba kalian buktikan sendiri bila ke Jogja. 😂
Krapyak, 2019 M.
0 Response to "ROMANTISNYA KOTA JOGYAKARTA"
Post a Comment
Terimkasih...